Jumat, 02 Mei 2014

Tugas Softskill Ke-2 Minggu 2 (UU PERINDUSTRIAN)

TUGAS MAKALAH SOFTSKILL
HUKUM INDUSTRI
“UU PERINDUSTRIAN”

Disusun Oleh :
Nama : ryanto faathir ilman alqarana
                                               NPM : 36412759
                                               Kelas : 2ID02
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) menegaskan bahwa sasaran utama pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di bidang ekonomi, sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Sejarah Industri
Industri berawal dari pekerjaan tukang atau juru. Sesudah mata pencaharian hidup berpindah-pindah sebagai pemetik hasil bumi, pemburu dan nelayan di zaman purba, manusia tinggal menetap, membangun rumah dan mengolah tanah dengan bertani dan berkebun serta beternak. Kebutuhan mereka berkembang misalnya untuk mendapatkan alat pemetik hasil bumi, alat berburu, alat menangkap ikan, alat bertani, berkebun, alat untuk menambang sesuatu, bahkan alat untuk berperang serta alat-alat rumah tangga. Para tukang dan juru timbul sebagai sumber alat-alat dan barang-barang yang diperlukan itu. Dari situ mulailah berkembang kerajinan dan pertukangan yang menghasilkan barang-barang kebutuhan. Untuk menjadi pengrajin dan tukang yang baik diadakan pola pendidikan magang, dan untuk menjaga mutu hasil kerajinan dan pertukangan di Eropa dibentuk berbagai gilda (perhimpunan tukang dan juru sebagai cikal bakal berbagai asosiasi sekarang). Pertambangan besi dan baja mengalami kemajuan pesat pada abad pertengahan. Selanjutnya pertambangan bahan bakar seperti batubara, minyak bumi dan gas maju pesat pula. Kedua hal itu memacu kemajuan teknologi permesinan, dimulai dengan penemuan mesin uap yang selanjutnya membuka jalan pada pembuatan dan perdagangan barang secara besar-besaran dan massal pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Mulanya timbul pabrik-pabrik tekstil (Lille dan Manchester) dan kereta api, lalu industri baja (Essen) dan galangan kapal, pabrik mobil (Detroit), pabrik alumunium. Dari kebutuhan akan pewarnaan dalam pabrik-pabrik tekstil berkembang industri kimia dan farmasi. Terjadilah Revolusi Industri.
Sejak itu gelombang industrialisasi berupa pendirian pabrik-pabrik produksi barang secara massal, pemanfaatan tenaga buruh, dengan cepat melanda seluruh dunia, berbenturan dengan upaya tradisional di bidang pertanian (agrikultur). Sejak itu timbul berbagai penggolongan ragam industri.

  1. Landasan dan Tujuan Pembangunan Industri
Menurut UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 2, Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi, kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan pasal 3 UU RI No. 05 Tahun 1984, tujuan pembangunan industri adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup.
2.  Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3.  Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4.  Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5. Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan lebih lanjut, misalnya kapas untuk inddustri tekstil, batu kapur untuk industri semen, biji besi untuk industri besi dan baja.
Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam industri, misalnya lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses lebih lanjut menjadi barang jadi, misalnya kain dibuat untuk industri pakaian, kayu olahan untuk industri mebel dan kertas untuk barang-barang cetakan. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi, misalnya industri pakaian, mebel, semen, dan bahan bakar. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

Sumber : http://kangkungrebus.blogspot.com/2012/07/undang-undang-perindustrian.html
http://geografi-geografi.blogspot.com/2010/11/pengertian-industri-menurut-uu-no.html

Tugas Softskill Ke-3 Minggu 2 (Konvensi Internasional)

TUGAS MAKALAH SOFTSKILL
HUKUM INDUSTRI
“KONVENSI INTERNASIONAL”

Disusun Oleh :
Nama : ryanto faathir ilman alqarana
                                                   NPM : 36412759
                                                   Kelas : 2ID02
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Konvensi internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Seiring dengan semakin pesatnya persaingan karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Tujuan diadakannya konvensi adalah menetapkan pengaturan secara internasional perlindungan hukum tiga kelompok pemegang hak cipta atas hak-hak yang berkaitan. Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra, biasa disebut Konvensi Bern atau Konvensi Berne, merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Sebelum penerapan Konvensi Bern, undang-undang hak cipta biasanya berlaku hanya bagi karya yang diciptakan di dalam negara bersangkutan. Akibatnya, misalnya ciptaan yang diterbitkan di London oleh seorang warga negara Inggris dilindungi hak ciptanya di Britania Raya, namun dapat disalin dan dijual oleh siapapun di Swiss; demikian pula sebaliknya.




BAB II
PEMBAHASAN


Pengertian Konvensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi diartikan sebagai Permufakatan atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi) dan Perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR.
Definisi Konvensi atau pengertian hukum dasar yang tidak tertulis adalah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1.          Merupakan kebiasaan yang berulang kali dan terpelihara dalam praktek penyelenggarannya
2.          Tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar dan berjalan sejajar
3.          Diterima oleh seluruh rakyat
4.      Bersifat sebagai pelengkap, sehingga memungkinkan sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat dalam Undang-undang Dasar.

Perlindungan hak cipta secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara  internasional. Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi  yaitu Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
1.      Berner Convention
Konvensi bern yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13 November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914. Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri.
Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Barn, menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3 prinsip:
a.       Prinsip National Treatment.
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian (yaitu ciptan seorang warga negara, negara peserta perjanjian, atau suatu ciptaan yang pertama kali diterbitkan di salah satu negara peserta perjanjian) harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri.
b.      Prinsip Automatic Protection.
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memeruhi syarat apapun (must not be upon complience with any formality).
c.       Prinsip Independence of Protection.
Suatu perlindungan hukum diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungaan hukum negara asal pencipta. Mengenai pengaturan standar-standar minimum perlindungan hukum ciptaan-ciptaan, hak-hak pencipta, dan jangka waktu perlindungan yang diberikan, pengaturannya adalah:
1)      Ciptaan yang dilindungi adalah semua ciptaan di bidang sastra, ilmu pengetahuan, dan seni dalam bentuk apapun perwujudannya.
2)      Kecuali jika ditentukan dengan cara reservasi (reservation), pembatasan (limitation), atau pengecualian (exception) yang tergolong sebagai hak-hak ekskluisif:
i.     Hak untuk menterjemahkan.
ii.    Hak mempertunjukkan di mukaa umum ciptaan drama, drama musik, dan ciptaan music.
iii.   Hak mendeklarasikan (to recite) di muka umum suatu ciptaan sastra.
iv.   Hak penyiaran (broadcast).
v.   Hak membuat reproduksi dengan cara dan bentuk perwujudan apapun.
vi.  Hak Menggunakan ciptaanya sebagai bahan untuk ciptaan audiovisual.
vii. Hak membuat aransemen (arrangements) dan adapsi (adaptations) dari suatu ciptaan.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (”droit moral”), hak pencipta untuk mengkluim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengarjukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya yang dapat merugikan kehormatan dan reputasi pencipta.
2.      Universal Copyright Convention
Konvensi ini merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
1.      Adequate and Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2.      National Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara.
3.      Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda C dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
4.      Duration of Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
5.      Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
6.      Juridiction of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain.
7.      Bern Safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta Universal 1955
• Adequate and effective protection
• National treatment
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice
penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, diajukan ke Mahkamah Internasional
• Bern Safeguard Clause
Beberapa Konvensi Internasional Hak Cipta Lainnya
• Convention for the Protection of Performers,
   Producers of Phonogram and Broadcasting Organization (Rome Convention/Neighboring
   Convention)
• Convention for the Protection of Producers of
Phonogram Againts Unnauthorized Duplication of their Phonograms (Geneva Convention 1971)

Sumber : http://galihdodollipedh.blogspot.com/2013/06/konvensi-konvensi-internasional.html
http://bayudwiprasetiya.blogspot.com/2013/06/konvensi-internasional.html

Tugas Softskill Ke-1 Minggu 2 (HAK MEREK)


TUGAS MAKALAH SOFTSKILL
HUKUM INDUSTRI
“HAK MEREK”

Disusun Oleh :
Nama : ryanto faathir ilman alqarana
                                                    NPM :36412759
                                                    Kelas : 2ID02
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2014
BAB I
PENDAHULUAN
  1.  Latar Belakang
Merek menjadi salah satu kata yang sangat populer yang sering digunakan dalam hal mempublikasikan produk baik itu lewat media massa seperti di surat kabar,  majalah,  dan tabloid maupun lewat media elektronik seperti di televisi, radio dan lain-lain. Seiring dengan semakin pesatnya persaingan dalam dunia perdagangan barang dan jasa ahkir-akhir ini maka tidak heran jika merek memiliki peranan yang sangat signifikan untuk dikenali sebagai tanda  suatu produk tertentu di kalangan masyarakat dan juga memilki kekuatan serta manfaat apabila dikelola dengan baik. Merek bukan lagi kata yang hanya dihubungkan dengan produk atau sekumpulan barang pada era perdagangan bebas sekarang ini tetapi juga proses dan strategi bisnis. Oleh karena itu, merek mempunyai nilai atau ekuitas. Dan ekuitas menjadi sangat penting karena nilai tersebut akan menjadi tolak ukur suatu produk yang ada dipasaran.



BAB II
PEMBAHASAN

 A. Pengertian Hak Merek
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

HAK ATAS MEREK adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Merek di bedakan atas :
a. Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
b.  Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
c. Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/jasa sejenis. Untuk lebih mengetahui tentang merk itu, maka penulis menyajikan teori pengertian merek dari yakni :
  1. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 Merek adalah Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
  2. Menurut Philip Kotler (2000 : 404), menyatakan bahwa: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.”
  3. Adapun pengertian merk menurut Djaslim Saladin (2003 : 84), menyatakan bahwa: “Merk adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan barang atau jasa dari produk pesaing.”
  4. Selanjutnya menurut DR. Buchori Alma (2000:105) : “Merek adalah  tanda atau simbol yang memberikan identitas suatu barang atau jasa tertentu yang dapat berupa kata-kata, gambar atau kombinasi keduanya.”
  5. Menurut Kotler (2000:404) ada enam pengertian yang dapat disampaikan melalui suatu merek :
  1. Atribut
    Sebuah merek menyampaikan atrribut-atribut tertentu.
  2. Manfaat
Ada manfaat yang bisa diambil dari merek tersebut yang akan dikembangkan menjadi manfaat fungsional atau emosional.
  1. Nilai
Merek menunjukan nilai produsen.
  1. Budaya
    Merek menunjukan budaya tertentu.
  2. Kepribadian
    Merek mencerminkan kepribadian tertentu. Jika merek merupakan orang, binatang, atau suatu obyek.
  3. Pemakai
Merk menunjukan jenis konsumen yang membeli atau yang menggunakan produk tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa semua definisi mempunyai pengertian yang sama mengenai merek yakni salah satu atribut yang penting dari sebuah produk, dimana merek suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Merek tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan pada gilirannya tentu akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk tersebut. Pada dasarnya merek terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat diucapkan yaitu nama merek, dan bagian yang dapat dikenali tetapi tidak dapat diucapkan yaitu tanda merek.
Menurut Djaslim Saladin (2003 : 84) ada empat bagian  merek :
  1. Nama merek (brand name), adalah sebagian dari merek dan yang dapat diucapkan.
  2. Tanda merek (brand sign), adalah sebagian dari merek yang dapat dikenal namun tidak dapat diucapkan, seperti misalnya lambang, desain, huruf, atau warna khusus.
  3. Tanda merek dagang (trade mark), adalah merek atau sebagian dari merek yang dilindungi oleh hokum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjualan dengan hak istimewanya untuk menggunakan nama merek dan atau tanda merek.
  4. Hak cipta  (Copyright), adalah hak istimewa yang dilindungi oleh undang-undang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau karya seni.
Merek yang kuat ditandai dengan dikenalnya suatu merek dalam masyarakat, asosiasi merek yang tinggi pada suatu produk, persepsi positif dari pasar dan kesetiaan konsumen terhadap merek yang tinggi. Dan Merk juga sangat memungkinkan konsumen untuk mengatur dengan lebih baik pengalaman tempat belanja mereka membantu mereka mencari dan menemukan keterangan produk. Adapun fungsi merek adalah untuk membedakan kepentingan perusahaan, penawaran dari semuanya.
Dengan adanya merk, dapatlah membuat produk yang satu beda dengan yang lain sehingga diharapkan akan memudahkan konsumen dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya berdasarkan berbagai pertimbangan serta menimbulkan kesetiaan terhadap suatu merek (brand loyalty). Kesetiaan konsumen terhadap suatu merek atau brand yaitu dari pengenalan, pilihan dan kepatuhan pada suatu merek.
Merk dapat dipahami lebih dalam pada tiga hal berikut ini :
  1. Contoh brand name (nama) : nintendo, aqua, bata, rinso, kfc, acer, windows, toyota, zyrex, sugus, gery, bagus, mister baso, gucci, c59, dan lain sebagainya.
  2. Contoh mark (simbol) : gambar atau simbol sayap pada motor honda, gambar jendela pada windows, gambar kereta kuda pada california fried chicken (cfc), simbol orang tua berjenggot pada brand orang tua (ot) dan kentucky friend chicken (kfc), simbol bulatan hijau pada sony ericsson, dan masih banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita temui di kehidupan sehari-hari.
  3. Contoh trade character (karakter dagang) : ronald mcdonald pada restoran mcdonalds, si domar pada indomaret, burung dan kucing pada produk makanan gery, dan lain sebagainya.


B.     Jenis-Jenis Dan Macam-Macam Merk
Jenis-jenis terdiri dari beberapa macam yakni :
  1. Manufacturer Brand
Manufacturer brand atau merek perusahaan adalah merek yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang memproduksi produk atau jasa. Contohnya seperti soffel, capilanos, ultraflu, so klin, philips, tessa, benq, faster, nintendo wii, vit, vitacharm, vitacimin, dan lain-lain.
  1. Private brand atau merek pribadi adalah merek yang dimiliki oleh distributor atau pedagang dari produk atau jasa seperti zyrex ubud yang menjual laptop cloud everex, hipermarket giant yang menjual kapas merek giant, carrefour yang menjual produk elektrinik dengan merek bluesky, supermarket hero yang menjual gula dengan merek hero, dan lain sebagainya.
Ada juga produk generik yang merupakan produk barang atau jasa yang dipasarkan tanpa menggunakan merek atau identitas yang membedakan dengan produk lain baik dari produsen maupun pedagang. Contoh seperti sayur-mayur, minyak goreng curah, abu gosok, buah-buahan, gula pasir curah, bunga, tanaman, dan lain sebagainya.
Merk terdiri dari 3 (Tiga) macam Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yaitu :
a)      Merk Dagang :
Merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.(Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
b)      Merk Jasa :
Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)
c)      Merk Kolektif :
Merk yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk)


C.    Strategi Merek / Merk (Brand Strategies)
Produsen, distributor atau pedagang pengecer dapat melakukan strategi merek sebagai berikut di bawah ini :
  1. Individual Branding / Merek Individu
Individual branding adalah memberi merek berbeda pada produk baru seperti pada deterjen surf dan rinso dari unilever untuk membidik segmen pasar yang berbeda seperti halnya pada wings yang memproduksi deterjen merek so klin dan daia untuk segmen pasar yang beda.
  1. Family Branding / Merek Keluarga
Family branding adalah memberi merek yang sama pada beberapa produk dengan alasan mendompleng merek yang sudah ada dan dikenal mesyarakat. Contoh famili branding yakni seperti merek gery yang merupakan grup dari garudafood yang mengeluarkan banyak produk berbeda dengan merek utama gery seperti gery saluut, gery soes, gery toya toya, dan lain sebagainya. Contoh lain misalnya yaitu seperti motor suzuki yang mengeluarkan varian motor suzuki smash, suzuki sky wave, suzuki spin, suzuki thunder, suzuki arashi, suzuki shodun ,suzuki satria, dan lain-lain.


D.    Syarat dan tata cara Permohonan Pendaftarana Merk
Ketentuan yang mengatur mengenai syarat dan tata cara Permohonan Merk berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 diatur dalam :
1)      Pasal 7 sampai dengan pasal 10 Undang-Undang No. 15 Tahun 2001
2)      Pasal 1 hingga Pasal 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1993 tentang tata cara Permintaan Pendaftaran Merk.
Tata cara pengajuan Merk yakni ;
  1. Tata cara pengajuan permohonan
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Merk dengan ketentuan:
a)      Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir yang bentuk dan isinya seperti contoh yang dilampirkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan Pendaftaran Merk.
b)      Pengisian formulir Permohonan tersebut wajib dilakukan dalam rangkap empat dengan mencantumkan:
a)      Tanggal, bulan dan tahun
b)      Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon
Pemohon dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari satu Pemohon yang secara bersama-sama berhak atas Merk tersebut, semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.
c)      Nama lengkap dan alamat kuasa apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa
d)     Tempat tinggal Kuasa yang dipilih sebagai domisili hukumnya di Indonesia, apabila Pemohon bertempat tinggal atau berkedudukan tetap diluar Negara Republik Indonesia
e)      Warna-warni apabila merk yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna
f)       Jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya
Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu Permohonan.
g)      Nama Negara dan tanggal permintaan merk yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak Prioritas

Sumber : http://sulajadech.wordpress.com/2011/06/13/makalah-tentang-merk/
http://kamilakhmad.blogspot.com/2012/11/pengertian-hak-merek-dan-hak-paten.html
Tulisan hak kekayaan intelektual

Nama : ryanto faathir ilman alqarana
NPM : 36412759
Kelas : 2ID02

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan ko-mersil.
Ada dua golongan besar hak atas kekayaan intelektual, yakni
1. Hak cipta, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta suatu karya (misal karya seni untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin bagi orang lain untuk memperbanyak ciptaanya tanpa mengurangi hak pencipta sendiri. Contohnya puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
2. Hak kekayaan industri, meliputi
a. Paten, yakni hak eksklusif yang diberikan negara bagi pencipta di bidang teknologi. Hak ini memiliki jangka waktu (usia sekitar 20 tahun sejak dikeluarkan), setelah itu habis masa berlaku patennya.
b. Merk dagang, hasil karya, atau sekumpulan huruf, angka, atau gambar sebagai daya pembeda yang digunakan oleh individu atau badan hukum dari keluaran pihak lain. Contohnya Merek Dagang, merek jasa, merek kolektif, dll.
c. Hak desain industri, yakni perlindungan terhadap kreasi dua atau tiga dimensi yang memiliki nilai estetis untuk suatu rancangan dan spesifikasi suatu proses industry. Contohnya esain industri menghasilkan kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atauwarna atau garis dan warna atau gabungannya, yang berbentuk 3 atau 2 dimensi, yang memberi kesan estetis, dapat dipakai untuk menghasilkan produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tanga
d. Hak desain tata letak sirkuit terpadu (integrated circuit), yakni perlindungan hak atas rancangan tata letak di dalam sirkuit terpadu, yang merupakan komponen elektronik yang diminiaturisasi
e. Rahasia dagang, yang merupakan rahasia yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau individu dalam proses produksi

PASAL PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

Nama : Ryanto faathir ilman alqarana
NPM : 36412759
Kelas : 2ID02

PASAL PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGATUR TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Pada era perdagangan global saat ini, Hak Kekayaan Intelektual merupakan permasalahan yang penting karena berhubungan dengan masalah ekonomi dan kegiatan bisnis. Indonesia saat ini mengakui adanya Hak Kekayaan Intelektual dengan meratifikasi Konvensi Hak Kekayaan Intelektual dan Konvensi pembentukan World Trade Organization (WTO) yang berisi tentang TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Setelah meratifikasi konvensi tersebut Indonesia membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual antara lain :
• UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
• UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
• UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
• UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)